Philip Morris International (PMI), merupakan perusahaan tembakau atau rokok internasional dimana produk-produk mereka terjual di lebih dari 160 negara. Pada tahun 2007, PMI memegang 14,5% pasar dari penjualan rokok di pasar Internasional di luar Amerika Serikat, mempekerjakan lebih dari 40000 pegawai di seluruh dunia, memiliki lebih dari 50 pabrik, dengan pendapatan bersih sebesar $ 8,9 Milyar pertahun.
Dengan produk-produk tembakau seperti; Marlboro, Long Beach, L&M, Bond Street, Chesterfield, Lark, Virginia Slim, dsb, PMI telah menguasai pangsa pasar tembakau di seluruh dunia. Dan terus berupaya untuk dapat melebarkan sayapnya dengan cara menguasai produsen-produsen atau perusahaan-perusahaan tembakau di seluruh dunia, yaitu dengan membeli saham perusahaan lokal tersebut.
Dengan memiliki saham mayoritas dari perusahaan tembakau tersebut, maka PMI akan dengan mudah menguasai pangsa pasar tembakau di negara tersebut. Hal tersebut terjadi di pada salah satu perusahaan tembakau terbesar di Indonesia yang pada saat itu sedang berkembang pesat, PT. HM Sampoerna tbk.
Pada bulan Mei 2005, PMI membeli 98% saham dari PT. HM Sampoerna tbk, sebesar $ 4.8 Milyar. Dengan memiliki saham mayoritas PT HM Sampoerna tersebut, PMI dapat menguasai pangsa pasar rokok di Indonesia, terutama rokok kretek. Dimana penjualan terbesar rokok di Indonesia di dominasi oleh rokok-rokok kretek, dalam hal ini rokok-rokok berbahan dasar cengkeh. Dengan memiliki Sampoerna, maka PMI akan menjadi perusahaan tembakau terbesar di Indonesia, dimana sebelumnya dikuasai oleh PT Djarum tbk
-
PT. HM. Sampoerna.
PT. Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk, didirikan oleh Liem Seeng Tee, seorang imigran asal Cina pada tahun 1913 di Surabaya. Berawal pada industri rumahan, Ia mulai memproduksi dan menjual rokok kretek lintingan. Perusahaan kecilnya dengan menggunakan nama Handel Maastchapij Liem See Tee, merupakan salah satu perusahaan rokok kretek pertama dan perusahaan rokok non-cengkeh untuk pasar komersial.
Pangsa pasar rokok kretek berkembang pesat. Pada awal 1930an, Liem Seeng Tee telah merubah nama perusahaan tersebut menjadi NV Handel Maastchapij Sampoerna ( Bahasa Indonesia untuk “sempurna”). Usai Perang Dunia II, nama perusahaan tersebut di-Indonesia-kan menjadi Hanjaya Mandala Sampoerna dengan tetap menonjolkan inisial H M.
Rangkaian produk awal yang dibuat Sampoerna antara lain ‘ Sampoerna Star, Summer Palace, dan Statue of Liberty. Merk Sampoerna Star termasuk salah satu rokok berfilter yang pertama di Indonesia.
Sejak awal Liem Seeng Tee bertekad untuk menghasilkan produk yang dapat dinikmati oleh semua lapisan masyarakat. Dari rokok murah bermerk “Djangan Lawan”, sampai ke rokok yang berharga lebih mahal karena terbuat dari tembakau pilihan dan rempah alami.
Mulai awal 1940, bisnis HM Sampoerna terus tumbuh dengan pesat. Produksi gabungan lintingan tangan dan lintingan mesin mencapai kurang lebih tiga juta batang setiap minggunya. Untuk melinting Dji Sam Soe saja diperlukan sekitar 1300 pekerja.
Pada masa perang Dunia II dan penjajahan Jepang, Liem Seeng Tee ditahan dan usahanya ditutup oleh Jepang.
Setelah perang berakhir, Ia dibebaskan dan memulai usahanya kembali. Namun, pada tahun 1959, tiga tahun setelah Liem Seeng Tee wafat dan setelah perang kemerdekaan berakhir pada akhir 1950-1n, perusahaan Liem Seeng Tee kembali terancam bangkrut. Pada tahun tersebut, Aga Sampoerna (putra kedua Liem Sieng Tee) ditunjuk untuk menjalankan perusahaan keluarga Sampoerna dan berhasil membangun kembali.
Putera kedua Aga, yaitu Putera Sampoerna, mengambil alih kemudi PT HM Sampoerna pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, PT HM Sampoerna berkembang menjadi perseroan publik dengan struktur perseroan moderen dan memulai masa investasi dan ekspansi. Dalam proses, PT HM Sampoerna memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek terkemuka di Indonesia.
Pada tahun 1989, muncul ide brilian Putera Sampoerna dalam mengembangkan jajaran merk rokok berlabel ‘A’, ditandai dengan peluncuran A Mild, rokok dengan kadar tar dan nikotin terendah. Produk ini meraih sukses di pasaran karena dapat memenuhi keinginan masyarakat luas yang kian berpikiran modern.
Keberhasilan lainnya adalah dengan terdaftarnya HM Sampoerna sebagai perusahaan publik pada 27 Agustus 1990. Ketika itu, PT HM Sampoerna Tbk berhasi menjual sahamnya sebanyak 27 juta lembar dengan harga Rp 12,600 per lembar saham. Sejak saat itu, saham PT HM Sampoerna Tbk selalu menduduki lapisan saham papan atas.
Pada bulan Mei 2005, PT Philip Morris Indonesia, anak perusahaan Philip Morris International Inc, mengakuisisi mayoritas kepemilikan PT HM Sampoerna. Dengan pergantian kepemilikan tersebut, maka berakhir sudah kepemimpinan dinasti Sampoerna di perusahaan tembakau tersebut.
- Product Profile
3.2.1. Marlboro.
Brand adalah, nama, tanda, simbol, atau desain, atau kombinasi dari semuanya, yang ditujukan untuk mengidentitasi sebuah barang dan jasa dari satu penjual atau lebih dan untuk membedakan mereka dari kompetitor-kompetitornya.
Marlboro adalah sebuah brand yang paling terkenal dari Philip Morris. Dengan simbol koboi dan kuda Mustang-nya, hampir tidak satu pun orang di dunia yang tidak sadar akan merk dagang tersebut.
Rokok Marlboro pertama kali dikenalkan kepada public pada tahun 1920an dimana sebagai rokok untuk kalangan wanita dengan tema “Mild as May”. Di targetkan untuk kalangan perempuan dengan pencapaian pada tahun 1926 banyak wanita merokok merk ini.
Namun brand ini hanya terjual hingga Perang Dunia II ketika brand ini bimbang dan pada akhirnya benar-benar dihapuskan dari pasar. Pada akhir perang, ada tiga brand yang bersaing pada pasar rokok, yaitu Camel, Lucky Strike, dan Chesterfield. Ketiga brand tersebut dikirimkan kepada tentara Amerika ketika perang berlangsung, sehingga membuat pasar instant ketika perang berakhir.
Pada awal tahun 1950, Philip Morris berusaha untuk memperkenalkan kembali Marlboro dimana pada saat itu ada penelitian tentang hubungan merokok dengan kangker Paru-paru yang di keluarkan oleh Reader’s Digest. Konsumen dengan rasa takut akan penyakit kangker, mencoba untuk beralih ke rokok-rokok lain. Melihat peluang tersebut, Philip Morris mulai gencar melakukan perkenalan kembali produk Marlboro, dimana pada saat itu Marlboro mulai menggunakan filter. Filter pada rokok diyakini oleh pihak Marlboro dapat mengurangi nikotin.
Dikarenakan image rokok untuk wanita masih melekat pada Marlboro sedangkan konsumen pria sudah mulai mengkonsumsi rokok ini, maka pada tahun 1955, Marlboro menggunakan image baru yaitu pria ber tatto. Gambaran maskulin pun ditonjolkan pada image baru tersebut. Dimana image baru tersebut mulai terpapang di majalah-majalah, baliho-baliho, dengan gambaran pria berwajah tampan yang memiliki tatto memegang rokok Marlboro. Kemudian pada awal tahun 1960, mulai diperkenalkan kepada publik image baru yaitu “Marlboro Men” sebagai produk endorsment yang digambarkan sebagai seorang koboi dan “Marlboro Country”, dunia Koboi yang dikelilingi oleh kuda dan peternakan. Disini kesan pria terlihat semakin kental.
Pada bulan Desember 1975, selang 20 tahun berawal dari merk yang tidak dikenal, Marlboro menjadi brand paling laku di Amerika Serikat dan penjualan terbaik di seluruh dunia. Pada tahun 1992, Financial World memposisikan Marlboro sebagai brand no 1, dengan total pasar sebesar $ 32 Miliar.
Saat ini, ada lebih dari dua puluh merk Marlboro yang berada di seluruh dunia. Salah satunya adalah Marlboro Black Menthol, produk terbaru yang dikeluarkan oleh Philip Morris, yang akan di bahas beberapa bab ke depan.
3.2.2. Marlboro Black Menthol.
Marlboro Black Menthol merupakan produk eksklusif terbaru dari Philip Morris yang pertama kali di publikasikan di Jepang pada bulan Agustus 2008 dan mendapat tanggapan yang baik dari pencinta rokok menthol di Jepang. Hal ini dibuktikan dengan pernyataan dari pihak Philip Morris bahwa Marlboro Black Menthol merupakan produk tersukses yang pernah di launching di pasar. Dengan berhasil merebut 10.4% pangsa pasar pada kuartal pertama tahun 2008 di Jepang. Melihat kesuksesan produk tersebut di Jepang, Marlboro Black Menthol kemudian dipasarkan kembali di Hongkong dan Indonesia pada tahun 2009.
Dengan tampilan kemasan hitam yang maskulin, penuh gaya, dan premium, Marlboro Black Menthol membidik kaum pria sebagai target utama. Dimana sebelumnya rokok menthol identik dengan kaum wanita. Dengan kualitas rokok putih kelas dunia, Marlboro Black Menthol menawarkan pengalaman merokok dengan rasa menthol yang kuat bagi mereka yang menginginkan sensasi menthol yang berbeda dengan tampilan kemasan yang memberikan kesan maskulin dan premium.
Keunikan dari Marlboro Black Menthol terletak pada kuatnya sensasi menthol ketika rokok dihisap. Rasa menthol akan meninggalakan rasa segara yang lebih lama, bahkan setelah hisapan terakhir. Kelebihan lainnya adalah selain, kandungan menthol yang dua kali lipat lebih kuat dibandingkan dengan rokok menthol lainnya, kandungan menthol juga dapat dirasakan konsumen dari alumunium foil yang membungkus rokok. Sehingga aroma menthol tidak hanya dirasakan pada saat dihisap, tetapi ketika dicium. Dan Marlboro Black Menthol ini, kandungan tar dan nikotinnya jauh lebih rendah dibandingkan produk-produk Marlboro lainnya.
Marlboro Black Menthol merupakan rokok menthol pertama yang mengusung image maskulin yang direpresentasikan melalui kemasan hitam dengan desain yang maskulin dan premium. Marlboro Black Menthol diproduksi dengan menggunakan teknologi inovasi menthol terkini dengan menawarkan sensasi merokok yang belum pernah ditawarkan oleh produk rokok lainnya.
Perkembangan pasar menthol di Indonesia memiliki peningkatan yang signifikan dalam dua tahun terakhir ini. Hal ini membuktikan bahwa rokok menthol semakin diminati oleh perokok di Indonesia. Sehingga melihat peluang tersebut Philip Morris melalui PT HM Sampoerna memperkenalkan produk baru tersebut dalam edisi terbatas untuk memenuhi permintaan konsumen yang terus meningkat akan tersediannya produk-produk rokok berkualitas dan berstandar internasional.
Marlboro Black Menthol tersedia dalam edisi terbatas selama enam bulan dan tersedia di hampir seluruh kota besar di Indonesia. Hasil penjualan selama enam bulan ini akan terus dievaluasi. Jika penjualan terus meningkat, ada kemungkinan akan menjadikan produk ini sebagai produk permanen seperti yang terjadi pada Marlboro Black Menthol di Jepang.
Marlboro Black Menthol melengkapi koleksi varian rokok Marlboro lainnya yang beredar di Indonesia, seperti Marlboro Full Flavor, Marlboro Mix 9 Filter, Marlboro Lights, Marlboro Menthol, dan Marlboro Lights Menthol.
3.3.Analisis Strategi pemasaran Marlboro Black Menthol di Indonesia.
Pertama-tama kita harus dapat mendefinisikan apa itu pemasaran. Pemasaran menurut Kotler dan Keller adalah:
“Proses kemasyarakatan (sekumpulan orang yang melakukan interaksi) yang dilakukan individu dan kelompok untuk memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran secara bebas produk dan jasa nilai dengan pihak lain.”
Dari definisi tersebut kemudian kita harus mengetahui lingkungan dari pemasaran untuk dapat bersaing dengan kompetitor. Seperti kita ketahui bahwa pelanggan adalah sumber uang bagi pemasar dimana pelanggan memiliki informasi yang dibutuhkan untuk dapat mengetahui nilai pelanggan. Maka dibutukan strategi marketing mix 4P, yaitu:
- Price
Dapat dilihat dari, Harga daftar, Potongan, Termin Kredit, Periode pembayaran, dan Alowansi.
- Product
Dapat dilihat dari, varietas produk, kwalitas produk, desain produk, fitur, nama merk, kemasan merk, ukuran, pelayanan, garansi, dan pengembalian.
- Place
Dapt dilihat dari. Saluran, cakupan, lokasi, persediaan, transpor, dan macam-macam produk.
- Promotion.
Dapat dilihat dari, promosi penjualan, periklanan, angakatan penjualan, hubungan masyarakat, dan pemasaran langsung.
Keempat strategi tersebut bertujuan untuk memuaskan pelanggan.
Selanjutnya penulis akan menjelaskan tentang brand equity. Brand equity adalah nilai tambah yang melekat pada barang atau jasa. Hal ini tercermin dari cara konsumen berfikir dan bertindak dengan memberikan penghormatan terhadap merk sesuai dengan harga, market share dan profitability merk tersebut yang diberikan oleh perusahaan.
Ada empat model dalam brand equity, yaitu:
- Brand Asset Valuator
- Brandz
- Aaker Model
- Brand Resonance Model.
Aaker Model merupakan model dalam brand equity yang paling sering digunakan. Aaker Model terdapat tiga dimensi, yaitu:
- Brand Awarness
Yaitu, kesadaran akan merk. Bagaimana cara agar konsumen menyadari akan merk tertentu, yaitu dengan cara menginformasikan. Hal ini dapat diukur dengan menggunakan survei atau kuisioner.
- Brand Loyalty
Yaitu kesetiaan terhadap merk tertentu. Dimana konsumen yang sudah loyal akan merekomendasikan kepada orang lain tentang merk tersebut, ia tidak akan berganti merk, dan bercerita tentang hal positif tentang brand tersebut kepada orang lain.
- Brand Association
Yaitu asosiasi merk. Dimana setiap konsumen memiliki asosiasi berbeda terhadap merk tertentu. Sebagai contoh, koboi dalam rokok Marlboro diasosiasikan maskulin.
Dengan beberapa definisi diatas tersebut, maka penulis akan berusaha menganalisis langkah-langkah pemasaran produk Marlboro Black Menthol di Indonesia.
Marlboro Black Menthol pertama kali diperkenalkan di Indonesia pada bulan Mei 2009. Acara perkenalannya pun dilakukan besar-besaran di salah satu klub terkenal di Jakarta. Sebelumnya Marlboro Black Menthol telah dikenal di Jepang dengan angka penjualan yang luar biasa.
Penulis melihat target dari penjualan produk Marlboro Black Menthol ini adalah:
- Pria dewasa. Dimana saat ini mayoritas perokok menthol adalah wanita. Dengan dikeluarkan produk baru yang lebih maskulin, Philip Morris mengincar pangsa pasar pria yang lebih memilih rokok kretek untuk beralih ke rokok putih menthol dengan rasa yang maskulin.
- Wanita Modern. Target utama dari Marlboro Black Menthol tetap pria. Namun pihak dari Philip Morris tetap menggaet perokok wanita lebih banyak lagi. Dimana saat ini perokok wanita di Indonesia sudah semakin banyak. Dengan produk baru ini digambarkan rokok menthol yang eksklusif dan elegan.
Dengan dibaginya dua target utama tersebut, maka selanjutnya Philip Morris dapat melakukan strategi-strategi untuk lebih dapat mengenai target tersebut.
Seperti sudah kita ketahui, bagi perokok, brand Marlboro sudah tidak asing lagi. Hal ini pun berlaku bagi masyarakat yang bukan perokok, dimana masyarakat awam sudah sadar akan produk tersebut. Hal ini dikarenakan hampir setiap hari kita melihat iklan-iklan produk Marlboro baik itu di media massa maupun di iklan-iklan baliho. Maka secara tidak sadar masyarakat telah terkena brand awarness.
Selanjutnya dengan menggunakan iklan baru yang lebih ‘lelaki’ yaitu dengan mengganti gambar koboy yang selama ini telah menjadi produk endorsment Marlboro menjadi kuda mustang bewarna hitam dengan dibalut warna hijau tua pada tulisan Marlboronya menjadi perpaduan yang sangat menarik. Efek maskulinya menjadi sangat terlihat. Maka tetap brand association Marlboro yang maskulin tidak berubah walaupun sekarang dengan ditambah embel-embel metholnya.
Hal ini berdampak baik bagi pihak pemasar Marlboro Black Mentol, dikarenakan mereka tidak perlu susah payah untuk memasarkan secara besar-besaran produk mereka. Cukup dengan mengganti iklan-iklan lama di media massa dan baliho dengan iklan baru Marlboro Black Menthol, membuat masyarakat menjadi penasaran dan mencoba produk baru tersebut.
Dalam melakukan pemasaran, Philip Morris genap menggunakan strategi marketing mix. Yaitu yang terdiri dari 4P, Product, Price, Promotion, dan Place. Keempat strategi tersebut yang juga akan digunakan untuk melakukan invasi terhadap pasar di Indonesia.
Pertama adalah, Product. Dimana produsen harus dapat mengeluarkan produk baru, periklanan dan mempertahankan cita rasa sehingga produknya tetap segar dan dapat dinikmati. Selama beberapa dekade, Philip Morris menggunakan tujih strategi Product dalam memperluas pangsa pasar, yaitu:
- Produk yang sama dengan bentuk yang berbeda.
- Rasa, kemasan, atau isi yang berbeda.
- Produk yang bersahabat.
- Franchising yang sama
- Keahlian
- Atribut, manfaat yang unik, atau fitur yang dimiliki dari brand tersebut, dan
- Status desain atau image.
Ketujuh strategi produk tersebut yang dapat digunakan dalam memasarkan Marlboro di Indonesia. Dimana Marlboro Black Menthol merupakan produk Marlboro dengan rasa yang berbeda, kemasaan yang berbeda, desain atau image yang berbeda.
Strategi Kedua adalah Price. Dimana harga adalah syarat utama dalam menetukan persaingan. Marlboro Black Menthol memiliki harga yang bersaing dengan produk kompetitor lainnya. Dimana harga Marlboro Black Mentol adalah sama dengan produk-produk Marlboro lainnya walaupun Marlboro Black Menthol merupakan produk eksklusif. Dengan harga yang sama tersebut maka konsumen tidak harus mengeluarkan ekstra uang untuk dapat membeli produk baru tersebut.
Strategi yang ketiga adalah Promotion. Sejak tahun 1950an, Marlboro memiliki berbagai macam strategi promosi, salah satunya dengan menggunakan iklan. Ada beberapa tehnik yang digunakan untuk promosi Marlboro, yaitu:
Yaitu melakukan kerjasama dengan berbagai macam event. Salah satu contoh adalah kerjasama Marlboro dalam even-even olahraga yaitu balap mobil, F1.
- Communications at the club/disco/bar environment.
Klub atau bar merupakan tempat yang tepat untuk memasarkan produk terutama rokok dan minuman (alkohol maupun non alkohol) bagi konsumen dewasa. Sehingga promosi dengan menggunakan tempat ini dirasa paling tepat dalam memperkenalkan produk baru. Hal ini yang dilakukan oleh Philip Morris Indonesia ketika memperkenalakan untuk pertama kali Marlboro Black Menthol dengan menggunakan klub terkenal di Jakarta sebagai tempat launching-nya.
Yaitu dengan menggunakan media massa baik itu cetak maupun elektronik sebagai ajang promosi. Hal ini turut dilakukan ketika memasarkan Marlboro Black Menthol. Sejak launching pertamanya, iklan-iklan Marlboro Black Menthol mulai sering terlihat di layar kaca televisi maupun media cetak terkenal (salah satunya adalah Kompas) ataupun majalah-majalah khusus pria dewasa.
Keempat strategi diatas bertujuan untuk memunculkan brand equity. Sehingga konsumen dapat berpaling kepada produk tersebut dan menjadi konsumen yang loyal. Saat ini penjualan dari Marlboro Black Menthol terus meningkat. Dan menurut informasi dari salah satu karyawan PT HM Sampoerna, bahwa produk Marlboro Black Menthol sangat sukses dan akan menjadi produk permanen.
Bab 5. Kesimpulan.
Tembakau mulanya berasal dari benua Amerika, di mana bangsa pribumi menggunakannya dalam upacara adat dan untuk pengobatan. Sejak pertama kali diimpor ke Eropa setelah Columbus kembali dari perjalanannya, dimulailah babak baru dalam sejarah tembakau. Mulai abad ke-15, konsumsi tembakau terus tumbuh. Pada abad ke-18, tembakau telah diperdagangkan secara internasional dan menjadi bagian dari kebudayaan sebagian besar bangsa di dunia. Pada abad ke-19, rokok mulai menggantikan penggunaan tembakau pada pipa, tembakau kunyah dan hirup.
Dengan berkembang pesatnya produk tembakau tersebut, maka semakin banyak pula lahir perusahaan tembakau di dunia. Salah satunya adalah Philip Morris yang terkenal dengan produk Marlboro. Dimana sejak saat itu mulai lah lahir produk-produk Marlboro lainnya seperti Marlboro Black Menthol
Produk Marlboro Black Menthol yang dikeluarkan pada tahun 2008 di Jepang merupakan produk tersukses yang pernah dikeluarkan oleh Philip Morris. Hal ini lah yang membuat Philip Morris mulai memasarkan di Indonesia pada tahun 2009.
Dengan bermodal selama lebih dari 50 tahun sebagai perusahaan rokok terbesar di dunia, Philip Morris bersama PT HM Sampoerna memasarkan produk Marlboro Black Menthol di Indonesia dengan menggunakan strategi marketing mix yang mengutamakan strategi 4P, Price, Product, Place, dan Promotion. Strategi tersebut ditargetkan untuk memunculkan kepuasan pelanggan dan brand equity.
Strategi tersebut dapat dikatakan berhasil, dimana Marlboro Black Menthol dapat diterima oleh masyarakat Indonesia terutama kaum pria. Dimana dikarenakan penjualannya terus meningkat, produk Marlboro black menthol yang pada awalnya bersifat sementara, akan dijadikan produk permanen oleh Philip Morris Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA.
Website:
Jurnal:
-
Hemdev, P.A. (2005), “Marlboro – A Mini Case Study,” The Marketing Review
2005, 5, 73-96.
-
Camilleri, L.C. (2009), “Annual Meeting of Stockholders,” Business Review,
(May 5)
Buku:
-
Kotler,P and K.L. Keller (2009), Marketing Management, 13th ed. Upper
Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc. hal 276.
Marketing Management Page
Dikutip dari: Hemdev, P.A. (2005), “Marlboro – A Mini Case Study,” The Marketing Review 2005, 5, 73-96.
Dikutip dari: Kotler,P and K.L. Keller (2009), Marketing Management, 13th ed. Upper Saddle River, NJ: Pearson Education, Inc. hal 276.
Ibid, Hemdev, P.A. (2005).
Dikutip dari: Camilleri, L.C. (2009), “Annual Meeting of Stockholders,” Business Review, (May 5)
Ibid, Kotler dan Keller (2009), hal 45.
Ibid. Kotler dan Keller (2009). Hal 278-280
Ibid. Kotler dan Keller (2009), hal 283-285
Dikutip dari: Hemdev, P.A. (2005), “Marlboro – A Mini Case Study,” The Marketing Review 2005, 5, 73-96.
Hasil bincang-bincang antara penulis dengan salah satu pegawai di PT HM Sampoerna, bapak X (nama tidak dapat dipublikasikan). Informasi beliau dapat dikatakan relevan dikarenakan beliau telah memiliki jabatan yang tinggi.