Pengeksploitasian terhadap Firdaus di keluarganya bukan hanya saja oleh ayahnya, namun juga diluar rumah oleh teman sepermainannya juga. Dia mempunyai teman dekat bernama Muhammadain. Firdaus sering kali diajak oleh Muhammadain untuk bermain ‘suami-istri’ dengannya. Karena keluguan Firdaus, ia tidak melihat bahwa pelakuan Muhammadain tersebut salah, bahkan dianggapinya wajar saja. Demikian juga setelah orangtuanya meninggal, ia ikut pamannya dan kemudian disekolahkan. Barulah setelah Firdaus berada di sekolah melihat bahwa dunia itu tidak seperti yang dianggapnya selama ini. Wanita juga diperbolehkan belajar, sama seperti kaum lelaki. Malahan, Firdaus lulus dengan nilai tertinggi disekolahnya karena dia gemar sekali untuk belajar dan membaca buku. Dari situlah dia kemudian menginginkan untuk melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi, agar dapat menjadi seorang yang berkedudukan di masyarakat. Namun pamanya menolak rencana Firdaus dengan dalih bahwa sekolah itu hanya untuk lelaki saja. Malang nasib Firdaus, bukan hanya tidak diijinkan oleh pamannya untuk ke perguruan tinggi, melainkan Firdaus dikawinkannya dengan Syekh Mahmoud oleh pamannya, agar pamannya terlepas dari tanggung jawab dan untuk mendapatkan uang dari perkawinan tersebut. Sial betul nasib Firdaus suaminya adalah seorang yang kikir dan kasar. Firdaus diperlakukan sebagai budak saja dan sering dipukuli sampai babak-belur oleh Syekh Mahmoud. Karena tidak tahan Firdaus memutuskan untuk kabur dari rumahnya. Ketika itulah dia bertemu dengan Bayoumi yang menawarkan jasa untuk mencarikan pekerjaan namun berakhir dengan pelecehan yang menyakitkan. Setelah lari dari Bayoumi, dia bertemu dengan Sharifa seorang yang terlihat merasa kasihan padanya namun Sharifa malah memanfaatkan tubuh Firdaus untuk bisnis rumah bordilnya.
Hidup Firdaus namun berubah, dia bisa hidup mewah dibawah penjagaan Sharifa. Namun Firdaus akhirnya sadar bahwa dirinya ternyata juga dieksploitasi oleh Shafira sehingga dia memutuskan untuk bekerja sendiri saja dan menjadi pelacur yang sukses. Dia menyadari bahwa dengan uang yang diperoleh dia dapat menjadi seorang yang dielu-elukan di masyarakat dengan memberi sumbangan sosial. Firdaus juga untuk pertama kali sadar bahwa dengan uang dia dapat melakukan apa saja yang dia inginkan, dia bisa memilih makanan yang ia inginkan, memilih rumah yang dia sukai dan lain-lain. Walaupun dia telah menjadi pelacur kelas atas dan sering dielu-elukan di dalam masyarakat karena sumbangannya, dia tetap memendam rasa benci terhadap lelaki. Sampai pada batasnya saat seorang germo bernama Marzouk memeras Firdaus terus menerus sehingga terjadilah perkelahian yang menyebabkan pembunuhan germo tersebut oleh Firdaus.
Dari peristiwa itu Firdaus menemukan suatu perasaan yang baru dalam dirinya. Dia merasa sudah tidak takut pada kaum lelaki yang selama ini dipendamnya. Pembunuhan Marzouk tanpa disadari adalah sebuah manifestasi atas keberhasilan Firdaus untuk bangkit dan menaklukkan ketakutannya terhadap lelaki yang ada di dalam hatinya. Setelah kejadian ini, baru pertama kali di dalam hidupnya Firdaus merasakan bahwa dirinya bebas dari segala ketakutan. Pada saat ditangkap dan akan dihukum mati, Firdaus tetap tidak takut, malah dia menghadapinya dengan tegar. Dia menolak grasi yang akan diberikan presiden karena, dia merasa sudah dapat mengalahkan ketakutannya yang paling utama, sehingga dia tidaklah takut lagi terhadap yang lainnya termasuk kematian. Firdaus pada novel ini menunjukkan bahwa ambisinya untuk menjadi wanita yang terhormat dan independen tidak bisa ditekuk-lututkan walupun menggunakan kekerasan fisik dan pelecehan mental.
Kemudian buku acuan yang kedua adalah sebuah drama bernamakan Rumah Boneka karya Henrik Ibsen dengan tokoh utamanya Nora. Ia mengalami penekanan yang berbeda dibanding dengan yang dialami oleh Firdaus. Pada saat kecil Nora sangatlah dimanja oleh ayahnya, namun dia harus menurut perintah ayahnya. Dia tidak mempunyai pilihan, melainkan harus mengikuti kemauan ayahnya dan dia tak boleh berbuat lain dari keinginan ayahnya. Hal ini dilakukan ayahnya untuk mempersiapkan Nora agar menjadi anak yang terpuji, sehingga nanti dapat menjadi kebanggan keluarganya, khususnya ayahnya. Memang Nora tumbuh menjadi anak yang patuh dan tidak pernah membantah pada kemauan ayahnya. Akibatnya tak mungkin lagi Nora dapat melakukan keinginan-keinginannya pada masa kecilnya karena ayahnya menguasai kehidupannya semasa kecil.
Tentu saja maksud ayahnya memperlakukan Nora seperti itu adalah supaya Nora menjadi wanita yang santun dan menarik sehingga kelak mendapatkan suami yang baik pula. Namun, hal itu memberi kesan bahwa Nora tidak mendapatkan masa kecil yang bahagia. Bahkan Nora merasa bahwa dirinya hanyalah boneka ayahnya yang mengikuti gerak dan irama menurut selera ayahnya. Nora kemudian dijodohkan dengan seorang lelaki yang bernama Torvald Helmer. Pada awalnya Torvald memang terlihat sebagai seorang suami yang ideal dan bertanggung jawab terhadap keluarganya. Dia juga seseorang yang berkedudukan tinggi yaitu sebagai seorang manajer bank. Tentu saja lelaki seperti itu adalah lelaki yang sangat didambakan oleh seorang perempuan, lebih lagi oleh ayahnya.
Semula Nora merasa bahagia di dalam rumah tangganya, karena Torvald menyayanginya. Torvald pun memanggilnya dengan panggilan sayang seperti burung muraiku, tupai kecilku dan sebagainya. Nora serba kecukupan dan selalu dipenuhi kebutuhan materilnya oleh Torvald. Namun, Nora lambat laun sadar bahwa dirinya tidak mempunyai kekuasaan apapun di dalam rumah tangganya, dan hanya diperlakukan sebagai pelengkap kehidupan Torvald. Walaupun begitu, dia tidak pernah mengeluh, dia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan keadaan di keluarganya. Selain itu, Nora adalah seorang yang agak boros dalam berebelanja karena dia membelanjakannya untuk kesenangan keluarganya. Karena itu Nora memerlukan uang lebih dari apa yang didapatnya dari Torvald tetapi dia tidak mungkin meminta Torvald lagi karena merasa tidak enak. Maka itulah Nora mencoba untuk bekerja sambilan agar dapat menambah pemasukan keluarganya dengan bekerja menjahit, meyulam dan sebagainya. Hal tersebut membuat Nora berkembang menjadi seorang yang sangat percaya diri, bahkan dia diam-diam meminjam uang saat Torvald sakit untuk membiayai pengobatannya. Perbuatan tersebut melanggar hukum yang berlaku pada zaman itu, yang tidak memperbolehkan seorang wanita untuk meminjam uang. Namun Nora mengatasinya dengan memalsukan tanda tangan ayahnya sebagai peminjam. Nora yakin bahwa pinjamannya tidak akan diketahui oleh Torvald. Namun suatu peristiwa terjadi atas diri Krogstad yang memberi pinjaman kepada Nora, dia akan dipecat oleh Torvald karena suatu kesalahan yang dilakukannya. Hal tersebut membuka rahasia pinjaman Nora. Torvald akhirnya mengetahui kelicikan Nora tersebut dan sangat marah pada Nora. Namun Torvald tidaklah menyelidiki dahulu mengapa Nora meminjam duit tersebut, yang sebenarnya dipakai untuk menyelamatkan hidupnya. Torvald lalu memaki Nora sebagai seorang kriminal dan tidak memperbolehkan Nora bertemu dengan anak-anaknya Nora tidak menurunkan sikap buruk itu pada mereka. Tentu sikap Torvald sangat menyakiti hati Nora.
Nora lalu memutuskan untuk meninggalkan Torvald dan anak-anaknya yang telah telah bersamanya selama delapan tahun. Nora yakin bahwa dia mampu untuk menjadi wanita yang independen. Dia sadar bahwa di dalam rumah tangganya dia tidak bisa berkembang dan hidupnya telah dibelenggu oleh Torvald. Nora selalu dilarang oleh Torvald untuk tidak melakukan ini-itu, bahkan diperlakukan seperti anak kecil oleh Torvald. Namun larangan-larangan tersebut tidak membuat Nora menyerah pada Torvald begitu saja. Secara diam-diam Nora tetap mengembangkan kreatifitasnya dan dengan begitu dia membangun kepercayaan pada dirinya bahwa dia harus mampu untuk mengambil keputusan meninggalkan keluarganya demi masa depannya dan harga dirinya. Pengarang memilih Nora dengan karakter demikian dapat diartikan sebagai amanat pengarang untuk kaum wanita agar bangkit mencapai emansipasi wanita. Nora paham benar bahwa Torvald adalah seorang yang sangat peduli dengan anak-anaknya karena itu tidak perlu terlalu mengkhawatirkan tentang kesejahteraan anak-anaknya. Nora yakin bahwa Torvald akan menjaga anak-anaknya dan akan terpenuhi segala kebutuhannya. Selain itu anak-anaknya juga sudah terbiasa untuk diurus oleh pembantu mereka yang dapat dipercaya.
Sebagai kesimpulan, kita dapat melihat bahwa sebagaimana besarnya tantangan dan pelecehan yang diterima oleh wanita namun mereka tidak menyerah, bahkan berpikir keras bagaimana mereka dapat melaksanakan keinginan mereka untuk dihargai dan mendapatkan hidup yang lebih pantas. Sesungguhnya norma-norma yang berkaitan dengan kedudukan wanita di masyarakat yang tidak adil adalah buatan manusia. Karena itu menjadi perlu hal tersebut dikaji oleh masyarakatnya, agar tercapai keharmonisan dalam kehidupan ini, setidaknya itulah yang mengganjil di hati kedua pengarang ini untuk ditanggapi oleh pembacanya.
El-Sadawi, Nawal. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal.83
El-Sadawi, Nawal. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal.99
El-Sadawi, Nawal. Perempuan di Titik Nol. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal.140
Ibsen, Henrik. Rumah Boneka. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 5
Ibsen, Henrik. Rumah Boneka. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Hal. 133